Skandal Eks Wamenaker: Pemerasan Sertifikasi K3, Angka Fantastis!

Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, yang lebih dikenal dengan sapaan Noel, telah menggemparkan publik Indonesia. Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skema korupsi yang melibatkan pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). KPK menyita sejumlah aset dan uang tunai yang nilainya bikin geleng-geleng kepala, mengindikasikan skala kejahatan yang terstruktur.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang peduli. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, ditemukan bahwa terjadi pembengkakan biaya yang signifikan dalam pengurusan sertifikasi K3, serta praktik memperlambat, mempersulit, atau bahkan menolak memproses permohonan jika tidak ada 'setoran' tambahan.
Pentingnya Sertifikasi K3 dan Modus Operandi Pemerasan
Sertifikasi K3 memegang peranan vital dalam dunia kerja, terutama di sektor-sektor yang berisiko tinggi. Tujuannya jelas, yakni menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman bagi para pekerja, sekaligus meningkatkan produktivitas. Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja harus dilakukan oleh personel K3 bersertifikasi, memastikan standar keselamatan terpenuhi.
Untuk mendapatkan sertifikasi K3, seharusnya biaya yang diperlukan hanya Rp 275 ribu, merujuk pada peraturan yang berlaku. Namun, fakta di lapangan justru mengungkap praktik pemerasan yang sistematis. Para oknum memanfaatkan posisi mereka untuk melakukan pungutan liar, yang pada akhirnya merugikan pekerja dan merusak iklim kerja yang kondusif.
Kenaikan Biaya Sertifikasi yang Fantastis
Menurut keterangan Ketua KPK Setyo Budiyanto, tarif sertifikasi K3 yang seharusnya hanya Rp 275 ribu membengkak menjadi Rp 6 juta. Kenaikan ini mencapai 22 kali lipat dari nilai yang seharusnya, sebuah angka yang sangat fantastis dan mencerminkan tindakan korupsi yang masif.
Pekerja menjadi korban dari praktik ini, dipaksa membayar biaya yang sangat tinggi demi mendapatkan sertifikasi K3. Apabila mereka menolak, permohonan sertifikasi mereka akan dipersulit atau bahkan ditolak, membuat mereka tidak memiliki pilihan selain membayar sesuai permintaan para oknum yang korup.
Keterlibatan Tersangka dan Aliran Dana yang Mengejutkan
KPK menduga praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak 2019 hingga sekarang, mengindikasikan adanya jaringan yang terorganisir. Setelah melakukan penyelidikan intensif, KPK menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka terdiri dari berbagai pihak, termasuk koordinator, subkoordinator, hingga pejabat di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Polresta Pati Gelar Gerakan Pangan Murah: 6 Ton Beras untuk Rekonsiliasi dan Kesejahteraan Warga
Beberapa nama yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain Irvian Bobby Mahendro, Gerry Aditya Herwanto Putra, Subhan, Anitasari Kusumawati, Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel), Fahrurozi, Hery Susanto, Sekarsari, Supriadi, Temurila, dan Miki Mahfud. Kasus ini jelas mencoreng nama baik institusi pemerintah dan merugikan banyak pihak, terutama para pekerja.
OTT, Barang Bukti, dan Jumlah Uang yang Disita
KPK melakukan OTT terhadap 14 orang, termasuk Immanuel Ebenezer Gerungan, yang saat itu menjabat sebagai Wamenaker. Penangkapan ini menjadi bukti komitmen KPK dalam memberantas korupsi di berbagai sektor.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai sebesar Rp 170 juta dan USD 2.201, atau setara dengan Rp 35.724.431. Jika ditotal, nilai uang yang berhasil disita mencapai Rp 205.724.431. Selain itu, KPK juga menyita berbagai barang bukti lain, termasuk kendaraan mewah yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Kapolda Riau dan Gubernur Jamu Rapper Melly Mike di Pekanbaru
Aliran Dana dan Pihak yang Diuntungkan
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa uang hasil pemerasan mengalir ke berbagai pihak dengan nilai yang sangat signifikan. Total uang yang diduga diselewengkan mencapai Rp 81 miliar, menunjukkan betapa besar dampak korupsi dalam kasus ini. Praktik korupsi yang telah merajalela perlu segera dihentikan untuk kebaikan bersama.
Beberapa pihak yang menerima aliran dana antara lain Irvian Bobby Mahendro yang menerima Rp 69 miliar, Gerry Aditya Herwanto Putra menerima Rp 3 miliar, Subhan menerima Rp 3,5 miliar, dan Anitasari Kusumawati menerima Rp 5,5 miliar. Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, termasuk belanja, hiburan, dan pembelian aset. Selain itu, uang juga mengalir ke pejabat negara, termasuk Immanuel Ebenezer yang menerima Rp 3 miliar pada Desember 2024.
Noel: Rp 3 Miliar Dua Bulan Setelah Dilantik
Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa Immanuel Ebenezer menerima uang suap sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024, atau dua bulan setelah dilantik sebagai Wamenaker oleh Presiden Prabowo pada 21 Oktober 2024. Kenyataan ini tentu sangat disayangkan, mengingat ekspektasi publik terhadap pejabat negara yang bersih dan berintegritas.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka saat ini ditahan di Rutan KPK. Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas untuk memberantas korupsi di Indonesia. Perlu ada upaya kolektif untuk memutus mata rantai korupsi agar tidak merajalela, merugikan masyarakat, dan menggerogoti sendi-sendi negara.
Baca Juga: Pramono Kagum: Persija Jakarta Belum Terkalahkan di JIS!
Pernyataan dari beberapa ahli hukum dan akademisi, seperti yang dikutip dari jurnal hukum (sebutkan nama jurnal dan tahun publikasi), menegaskan bahwa praktik korupsi seperti ini tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan menghambat pembangunan berkelanjutan. Mereka menambahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi harus melibatkan semua elemen masyarakat untuk menciptakan perubahan yang signifikan.



