Trump Pecat Kepala Intelijen AS: Dampak Serangan Iran Jadi Sorotan

Update: 23 August 2025, 23:25 WIB

Trump Copot Bos Intelijen Usai Beda Laporan soal Dampak Serangan ke Iran


Pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan dengan pencopotan Kepala Badan Intelijen Pertahanan AS (DIA) dan dua perwira senior lainnya. Tindakan ini semakin memperpanjang daftar panjang pemecatan di lingkungan militer AS sepanjang tahun ini.

Pemecatan Letnan Jenderal Jeffrey Kruse, yang menjabat sebagai pemimpin DIA sejak awal 2024, dipicu oleh perbedaan penilaian terkait dampak serangan AS terhadap Iran. Penilaian awal DIA menyatakan bahwa serangan tersebut hanya memperlambat program nuklir Teheran selama beberapa bulan saja.

Perbedaan Klaim dan Penilaian Intelijen

Penilaian DIA yang tersebar luas di media AS, bertentangan dengan klaim Presiden Donald Trump. Hal ini memicu kemarahan Trump dan para pejabat tinggi pemerintahannya, mengingat Trump mengklaim bahwa serangan AS telah menghancurkan total situs-situs nuklir Iran.

Seorang pejabat senior pertahanan, yang enggan disebutkan namanya, mengkonfirmasi bahwa "Kruse tidak akan lagi menjabat sebagai direktur DIA," tanpa memberikan rincian lebih lanjut mengenai alasan pencopotannya, seperti dilansir dari AFP dan Al Arabiya pada hari Sabtu, 23 Agustus 2025.

Latar Belakang Jeffrey Kruse

Sebelum menjabat sebagai direktur DIA, Kruse memiliki pengalaman yang kaya di bidang intelijen. Ia pernah menjadi penasihat urusan militer untuk direktur intelijen nasional dan menduduki berbagai posisi penting, termasuk direktur intelijen untuk koalisi melawan kelompok ekstremis ISIS.

Selain Kruse, dua perwira senior lainnya juga meninggalkan posisinya. Wakil Laksamana Nancy Lacore, Kepala Cadangan Angkatan Laut, dan Laksamana Muda Milton Sands, Komandan Komando Perang Khusus Angkatan Laut, turut terkena dampak dari perubahan ini.

Serangan AS ke Iran dan Reaksi Pemerintah

Pada bulan Juni 2025, Amerika Serikat melancarkan operasi besar-besaran terhadap tiga lokasi nuklir di Iran. Operasi ini melibatkan lebih dari 125 pesawat militer AS serta sebuah kapal selam berpeluru kendali.

Baca Juga: Projo Rayakan 11 Tahun: Tegaskan Dukungan Penuh untuk Prabowo-Gibran Demi Kemajuan Indonesia

Trump menyebut serangan itu sebagai "keberhasilan militer yang spektakuler" dan berulang kali menyatakan bahwa serangan itu "melenyapkan" situs-situs nuklir tersebut. Namun, penilaian awal dari DIA justru menimbulkan keraguan terhadap klaim presiden AS tersebut, memicu polemik yang lebih luas.

Baca Juga: Lisa Mariana Terseret Kasus Korupsi BJB: Aliran Dana dan Pemeriksaan KPK

Serangan Balik Terhadap Media

Pemerintahan Trump merespons dengan mengecam media-media AS yang memberitakan penilaian DIA. Mereka bersikeras bahwa operasi tersebut merupakan sukses total dan menuduh para jurnalis menyebarkan informasi yang tidak akurat.

Tindakan ini mencerminkan pola yang lebih luas dari pemerintahan Trump dalam menghadapi informasi yang dianggap merugikan atau tidak sesuai dengan narasi yang ingin dibangun.

Gelombang Pemecatan di Kalangan Militer AS

Sejak memulai masa jabatan keduanya pada bulan Januari 2025, Trump telah melakukan serangkaian pemecatan terhadap perwira tinggi militer. Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Charles "CQ" Brown, adalah salah satu korban, dipecat tanpa penjelasan pada bulan Februari lalu.

Selain itu, sejumlah perwira senior lainnya juga dipecat pada tahun 2025. Mereka termasuk kepala Angkatan Laut dan Penjaga Pantai, jenderal yang memimpin Badan Keamanan Nasional, wakil kepala staf Angkatan Udara, seorang laksamana Angkatan Laut yang ditugaskan untuk NATO, dan tiga pengacara militer terkemuka.

Pengunduran Diri dan Pengurangan Personel

Kepala Staf Angkatan Udara juga baru-baru ini mengumumkan pengunduran dirinya tanpa memberikan alasan yang jelas, padahal masih tersisa dua tahun dari masa jabatannya yang seharusnya empat tahun. Situasi ini semakin menambah spekulasi tentang dinamika internal di tubuh militer AS.

Baca Juga: Drama Tersangka KPK: Kursi Roda, Amnesti, Hingga Aksi Merangkak

Pada awal tahun 2025, kepala Pentagon juga memerintahkan pengurangan setidaknya 20 persen jumlah jenderal dan laksamana bintang empat yang bertugas aktif di militer AS, serta pengurangan 10 persen jumlah keseluruhan jenderal dan perwira tinggi. Menurut hasil riset, perampingan organisasi dapat meningkatkan efisiensi, namun penting untuk memperhatikan dampaknya pada semangat kerja dan stabilitas organisasi.

Simak juga Video: Ladang Minyak yang Dikelola Perusahaan AS di Irak Diserang Drone


Artikel Terkait